Minggu, 04 Juli 2010

Bab 10 Keutamaan Madinah Al Munawwarah - Hadits ke-3

Hadits ke-3

Dari Sa'ad r.a., Rasulullah saw. bersabda, "Aku mengharamkan kawasan antara dua padang kerikil Madinah untuk ditebang pohon besar berdurinya dan diburu binatang buruannya." Dan Rasulullah saw. juga bersabda, "Madinah adalah sebaik-baik tempat tinggal untuk orang yang beriman. Apabila mereka mengetahui kebaikannya, tentu mereka tidak akan meninggalkannya. Dan tidaklah seseorang meninggalkannya karena benci kepadanya kecuali Allah swt. akan menggantinya dengan orang yang lebih baik. Dan barangsiapa yang tinggal di Madinah dengan menanggung segala kesulitannya, maka aku akan memberikan syafa'at kepadanya pada hari Kiamat, atau aku menjadi saksi baginya." ( H.R. Muslim ).

Keterangan
Dalam hadits ini ada beberapa pokok pembahasan, dan mengenai setiap pokok pembahasan ada riwayat yang berbeda-beda.
1) "Aku mengharamkan Madinah. Di sekitar Madinah terdapat tanah lapang yang penuh kerikil." Maksud kawasan di antara kedua tanah lapang berkerikil itu adalah semua tanah Madinah. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ali r.a., "Aku mengharamkan kawasan antara bukit 'Ir dan Tsur. Bukit Tsur adalah bukit di dekat gunung Uhud. Kemudian maksud diharamkannya adalah bahwa tanah itu dimuliakan dan disamakan hukumnya dengan tanah Haram Makkah. Jika hal-hal di atas dilarang di Makkah, hal tersebut juga dilarang di Madinah. Akan tetapi, menurut ulama Hanafiyah, berdasarkan hadits-hadits yang lain, hukum kedua kota itu berbeda. Hukum menebang pohon dan berburu di Makkah haram, sehingga barangsiapa yang melanggarnya wajib membayar ganti. Dan di Madinah, hal itu merupakan khilaful-aula. Sehingga, barangsiapa yang melanggarnya tidak wajib membayar denda. Larangan di atas juga berdasarkan kemuliaan kedua kota itu. Sebagaimana apabila di dalam istana kerajaan dan tamannya terdapat pepohonan dan binatang piaraan tidak boleh ditebang dan diburu, begitu juga dengan Makkah dan Madinah yang harus dimuliakan.
2) Mengenai tinggal di Madinah terdapat banyak riwayat. Dalam Shahih Bukhari ada hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Yaman akan tertaklukkan, kemudian sebagian orang akan melihatnya. Setelah tahu keadaannya, ia akan membawa anak istrinya dan orang yang berada di bawah kekuasaannya ke Yaman, padahal Madinah lebih baik baginya. Alangkah beruntungnya apabila mereka mengetahui kebaikan Madinah. Setelah itu Syam akan tertaklukkan, dan orang-orang Islam akan melihatnya dan menyukainya. Mereka akan membawa anak istrinya ke Syam,. padahal Madinah lebih baik baginya. Alangkah baiknya apabila mereka mengetahui kebaikan Madinah. Kemudian Irak akan tertaklukkan, dan orang-orang Islam akan menyelidikinya. Lalu mereka akan membawa anak istrinya dan orang bawahannya ke Irak. Padahal Madinah lebih baik baginya. Alangkah baiknya kalau mereka mengetahui kebaikannya." Ibnu Hajar rah.a. berkata bahwa apa yang disabdakan Nabi saw. benar adanya, dan kota-kota itu tertaklukkan urut sebagaimana sabda Rasulullah saw.. (Fathul-Bari).
Abu Sayyid r.a. berkata, "Ketika Hamzah paman Nabi saw. mati syahid, kami bersama Rasulullah saw. di kuburnya. Beliau dikafani dengan kain yang kecil, sehingga kalau ditarik ke atas, kakinya akan terbuka. dan apabila ditarik ke bawah, kepalanya akan terbuka. Akhirnya Rasulullah saw. memerintahkan agar kain itu ditutupkan di kepalanya, dan kakinya ditutupi dengan dedaunan. Melihat hal itu, kami pun menangis. Rasulullah saw. bersabda, "Akan datang suatu zaman ketika orang-orang akan keluar ke daerah yang subur. Di sana mereka akan mendapatkan makanan yang enak-enak dan kendaraan. Kemudian mereka akan mengirim surat kepada keluarganya agar menyusul mereka, dan meninggalkan Madinah yang gersang, padahal Madinah lebih baik bagi mereka. Alangkah baiknya jika mereka mengetahui keutamaan Madinah." ( At-Targhib ).
Dalam Shahih Muslim ada satu riwayat yang menyatakan bahwa sebentar lagi orang-orang akan keluar dari Madinah menuju daerah yang subur. Sesampainya di sana, mereka akan menyurati keluarganya agar menyusul mereka, padahal Madinah lebih utama bagi mereka. Alangkah baiknya jika mereka mengetahui hal itu. ( Zurqani ).
Nyatalah bahwa kekayaan seluruh dunia ini tidak bisa menyamai keberkahan Madinah karena bertetangga dengan Nabi saw.. Di Madinah juga ada asbab-asbab yang mendekatkan manusia kepada Allah swt..
Dalam Musnad Bazar terdapat riwayat yang menyatakan bahwa akan datang suatu masa ketika orang-orang akan keluar dari Madinah menuju kawasan yang subur untuk mencari kekayaan. Setelah mereka mendapatkannya, mereka menyurati keluarganya agar menyusul mereka, padahal Madinah lebih baik baginya. Seandainya mereka tahu keutamaan Madinah, tentu mereka tidak akan meninggalkannya. (Zurqani)
3) Barangsiapa yang meninggalkan Madinah karena benci kepada Madinah, Allah swt. akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik. Ibnu Abdil-Barr, Qadhi lyadh, dan yang lain berkata bahwa hal itu khusus pada zaman Nabi saw.. Sedangkan Imam Nawawi rah.a. dan Allamah Abi Maliki rah.a. berkata bahwa hal itu untuk sepanjang zaman. Allamah Zurqani rah.a. berkata bahwa hadits di atas untuk orang-orang yang tinggal di Madinah dan sekitarnya. Sedangkan bagi orang-orang yang datang dari luar, yang datang ke Madinah hanya untuk berziarah, tidak termasuk di dalam hadits ini. Akan tetapi di sini ada satu perkara yang mengganjal, yakni bagi para sahabat r.a. yang telah meninggalkan Madinah Munawwarah dan tinggal di tempat lain. Sebenarnya ini bukan merupakan ganjalan, karena perginya sahabat r.a. adalah suatu mujahadah yang besar dan merupakan suatu itsar. Semoga Allah swt. memenuhi kubur mereka dengan cahaya. Apabila mereka mementingkan diri mereka, pada hari ini Islam tidak akan tersebar di India atau negeri lainnya. Perginya para sahabat ke tempat yang jauh adalah demi agama, demi Islam, untuk mencari ridha Allah swt., dan untuk menyebarkan usaha Rasulullah saw.. Mereka meninggalkan kesenangan diri mereka demi menyenangkan Rasulullah saw..

"Aku ingin berjumpa dengan kekasih, tapi ia ingin berpisah denganku. Maka aku tinggalkan apa yang aku kehendaki demi melaksanakan apa yang ia kehendaki."
Karena para sahabat meninggalkan Madinah, tentu akan berkurang pahala shalat mereka dan mereka tidak mendapatkan keberkahan Madinah. Akan tetapi insya Allah, mereka akan mendapat pahala ratusan ribu kali lipat. Karena dengan sebab pengorbanan mereka, Islam telah tersebar ke seluruh alam sehingga pahalanya akan sampai kepada mereka sampai hari Kiamat. Dalam banyak hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang beramal baik akan mendapat pahala itu dan sebanyak orang yang mengikutinya. Semua pahalanya juga akan mengalir kepadanya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Oleh karena itu, kekurangan pahala ibadah di Madinah akan tertutupi, bahkan pahala yang akan diperoleh lebih banyak karena telah menyebarkan Islam. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan orang-orang agar mengajarkan ilmu dan mendakwahkannya, karena apabila diamalkan sendiri pahalanya akan sedikit. Sedangkan apabila didakwahkan akan mendapat pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat. Bagaikan modal yang kita gunakan untuk berdagang, keuntungannya akan kita dapatkan terus-menerus. Atau seperti barang sewaan yang kita sewakan, dan kita mendapatkan uang sewaan terus-menerus walaupun kita duduk di rumah. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha dengan sungguh-sungguh, karena semakin banyak manusia yang mengamalkan agama dengan asbab diri kita, pahalanya akan semakin banyak mengalir kepada kita, dan itu merupakan ghanimah bagi kita.
4) Barangsiapa yang tinggal di Madinah dengan menahan segala kesusahan dan penderitaannya, Rasulullah saw. akan memberikan syafaat kepadanya dan menjadi saksi baginya. Masalah ini banyak diriwayatkan dalam hadits. Pada pertempuran Harrah, ketika Madinah diserang, seseorang datang kepada Abu Said Al-Khudri r.a. meminta izin untuk meninggalkan Madinah. Abu Said r.a. berkata, "Aku tidak akan menyuruh seorang pun keluar dari Madinah. Aku mendengar sendiri dari Rasulullah saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang tetap tinggal di Madinah dengan bersabar atas kesulitan dan kelaparan, aku akan memberikan syafaat kepadanya menjadi saksi baginya." Sebagian ulama berkata bahwa perawi hadits ini ragu-ragu apakah Rasulullah saw. bersabda untuk memberi syafaat atau menjadi saksi. Allamah Qasthalani rah.a. berkata bahwa lafadz ini, yakni memberi syafaat atau menjadi saksi, terdapat di dalam riwayat Jabir, Saad bin Abi Waqash, Abdullah bin Umar, Abu Said Al-Khudri, Abu Hurairah, Asma' binti Umais, Shafiyah binti Abu Ubaid radhiyallahu 'annum. Hal ini sulit dipahami, karena kalau alasannya ragu-ragu, apakah semuanya ragu-ragu. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Rasulullah saw. bersabda tentang keduanya, dan hal itu disesuaikan dengan orangnya. Yakni untuk sebagian orang, Rasulullah saw. menjadi saksi; dan untuk sebagian orang, Rasulullah saw. akan memberikan syafaatnya. Misalnya bagi orang yang berdosa, Rasulullah saw. akan memberikan syafaatnya; dan bagi orang yang bertakwa, Rasulullah saw. akan menjadi saksi. Atau, bagi orang-orang yang meninggal dunia ketika Rasulullah saw. masih hidup, Rasulullah saw. akan menjadi saksi baginya, dan bagi orang yang meninggal dunia ketika Rasulullah saw. telah wafat, maka Rasulullah saw. akan memberikan syafaat kepadanya. Dalam sebuah riwayat disebutkan dengan lafadz wa bukan au. Kalau wahai artinya dan, berarti menurut riwayat ini keduanya untuk semua orang yang masuk dalam hadits di atas. Syafaat serta kesaksian ini adalah selain yang umum, yakni untuk orang-orang mukmin biasa. Hal itu untuk memuliakan penduduk Madinah. Bahkan sebagian ulama berkata bahwa syafaat itu adalah syafaat yang khusus, misalnya peringanan hisab. Atau semacam penghormatan, misalnya diletakkan di bawah naungan 'Arsy Ilahi, atau dipercepat masuk surga. Atau bahkan diberi mimbar yang istimewa, sebagaimana disebutkan dalam sebagian hadits bahwa sebagian orang akan mendapatkan mimbar yang terbuat dari nur, atau suatu penghormatan lainnya. Barangsiapa yang mengetahui semua keutamaan-keutamaan itu, bagaimana mungkin ia tidak rela menanggung segala macam kesusahannya. Di samping itu, setiap saat ia berada di samping Rasulullah saw.. Sebuah syair Persia mengatakan, "Tinggal di dalam penjara bersama teman lebih baik daripada tinggal di taman bersama orang lain."
Di samping itu, pahala setiap amal dilipatgandakan, dan pahala akan bertambah banyak apabila kesusahannya bertambah. Kalau kita mau memikirkan, adakah tempat di dunia ini yang tidak ada kesusahan di dalamnya, khususnya pada zaman fitnah ini? Di setiap tempat tentu ada kesusahan. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang tetap tidak bersedia meninggalkan kampung halamannya, apalagi orang yang tinggal di Madinah.


Read More or Selengkapnya..

Bab 10 Keutamaan Madinah Al Munawwarah - Hadits ke-2

Hadits ke-2

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Aku telah diperintahkan untuk tinggal di kampung yang memakan  ( mengalahkan ) kampung-kampung lainnya yang bernama Yatsrib, dan itu adalah Madinah. Ia menjauhkan orang-orang yang buruk sebagaimana api menjauhkan kotoran-kotoran besi" (  Hadits Muttafaq 'Alaih dalam Kitab Misykat)

Keterangan
Di dalam hadits ini telah disebutkan beberapa perkara:
1. Aku telah diperintah untuk tinggal di suatu kampung. Dari sabda beliau ini diketahui bahwa beliau tinggal di Madinah bukan atas kehendak beliau sendiri, tetapi atas perintah Allah swt.. Diriwayatkan oleh Umar r.a. bahwa Allah swt. telah memilih Madinah Munawwarah untuk Nabi-Nya. (Kanzul-Ummal)

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Allah telah menurunkan wahyu kepadaku, bahwa di antara tiga tempat, yakni Madinah, Bahrain, dan Qansarain, mana yang. kamu tinggali, itulah tempat hijrahmu." (Kanzul-Ummal). Hadits yang lain menyebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Telah ditunjukkan kepadaku tempat hijrahku, yaitu sebuah tempat yang berada di antara padang kerikil yang bernama Hajr atau Yatsrib." (Kanzul-Ummal)
Di antara dua riwayat di atas tidak ada pertentangan, karena pertama-tama, Rasulullah saw. disuruh memilih sendiri di antara tiga tempat itu. Dan setelah beliau saw. beristikharah, diperlihatkan kepada beliau Madinah Munawwarah.

Dalam kitab Tarikh Khamis disebutkan bahwa ahli sejarah telah berkata, "Ketika Rasulullah saw. membaiat orang-orang Madinah di Aqabah, dan orang Islam di Makkah sudah tidak kuat menghadapi tekanan dan siksaan dari orang kafir Quraisy, Rasulullah saw. telah mengizinkan mereka untuk berhijrah." Dalam Shahih Bukhari dan Muslim telah disebutkan sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Telah diperlihatkan kepadaku tempat hijrahku, yaitu tempat yang penuh pohon kurma. Aku kira kampung itu adalah Yamamah. Belakangan aku tahu bahwa itu adalah Madinah, bukan Yamamah." Mengomentari hadits di atas, sebagian ulama mengatakan bahwa pertama-tama diperlihatkan kepada Rasulullah saw. sifat-sifat Madinah yang serupa dengan sifat kota lainnya. Kemudian diperlihatkan kepada beliau saw. sifat yang khusus bagi Madinah. Maka Madinah ditentukan sebagai tempat hijrah beliau saw. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Abu Bakar Shiddiq r.a. juga meminta izin untuk berhijrah ke Madinah. Rasulullah saw. bersabda, "Tunggu sebentar, karena tidak lama lagi aku juga akan diizinkan berhijrah." Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa menjelang hijrah, Abu Bakar r.a. bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat bulan turun dari langit dan berada di Makkah, sehingga Makkah Mukaramah terang benderang. Lalu bulan itu naik ke langit dan turun di Madinah, sehingga Madinah terang benderang. Kemudian tanah rumah 'Aisyah terbelah dan bulan itu masuk di dalamnya dan terbenam di tempat itu." Abu Bakar r.a. adalah orang yang pandai mentakwilkan mimpi. la mentakwilkan bahwa Rasulullah saw. akan berhijrah dari Makkah ke Madinah dan wafat di rumah 'Aisyah dan dimakamkan di tempat itu. ( Kitab Tarikh Khamis )

2. Sifat kampung itu adalah memakan kampung-kampung lainnya. Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini bahwa Madinah lebih utama dibandingkan seluruh kampung, sehingga keutamaan seluruh kampung terkalahkan oleh keutamaannya, bahkan tidak ada apa-apanya. Inilah yang dimaksud Madinah memakan kampung-kampung lainnya. Dikatakan bahwa pendapat ini dikuatkan oleh keterangan dalam kitab Taurat, yang di dalamnya Allah swt. berfirman:

"Wahai Thaibah, wahai kota miskin, Aku akan meninggikan atapmu melebihi atap-atap seluruh kampung."
Sebagian ulama menafsirkan hadits di atas dengan tafsiran yang berbeda. Yakni, penduduk kota ini akan menaklukan penduduk kota lainnya dan menang atas mereka, sebagaimana kata kiasan, Fulan A telah memakan fulan B. Artinya, Fulan A telah menang atas fulan B dengan kekuatannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa itulah maksud dari hadits di atas. Yakni, keutamaan itu melebihi keutamaan seluruh kampung, dan penduduknya mengalahkan penduduk kampung lainnya. ( Zurqani, Mawahib )

Penulis kitab Mazahirul-Haq berkata bahwa barang siapa yang tinggal di kampung ini akan memperoleh kemenangan dan mengalahkan kota-kota lainnya. Ini adalah khasiat kota agung ini. Yang pertama kali datang di kampung ini adalah suku 'Amaliqah. Suku ini menang atas kota-kota lainnya dan menguasainya. Kemudian kaum Yahudi datang dan mengalahkan kaum 'Amaliqah. Berikutnya adalah orang-orang Nashrani, mereka datang dan mengalahkan kaum Yahudi. Kemudian Sayyidul Mursalin, Muhammad saw. datang dan menaklukan seluruh kota dari barat ke timur.

3. Orang-orang menyebutnya Yatsrib. Padahal, namanya adalah Madinah. Yatsrib adalah nama jahiliyah. Pada permulaan Islam juga masih disebut Yatsrib. Penulis kitab Mazahirul-Haq mengatakan bahwa alasan Rasulullah saw. melarang menyebutnya dengan Yatsrib, karena itu adalah nama jahiliyah atau karena berasal dari kata Yatsrib yang artinya kerusakan dan kebinasaan. Atau karena Yatsrib adalah nama sebuah patung, dan nama kota itu diambil dari nama patung tersebut. Atau karena Yatsrib adalah nama seorang zhalim. Imam Bukhari rah.a. dalam kitab Tarikhnya menuliskan sebuah hadits, "Barang siapa yang menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib, hendaknya mengucapkan Madinah sepuluh kali untuk menulis kekeliruannya itu."
Dalam kitab Fathul-Bari, Hafiz Ibnu Hajar rah.a. mengatakan bahwa sebagian ulama, berdasarkan hadits di atas, menghukumi makruh menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib. Mereka berpendapat bahwa firman Allah swt. dalam surat Al-Ahzab:


"Dan  ( ingatlah ) ketika segolongan di an.ta.ra mereka berkata: 'Hai Penduduk Yastrib ( Madinah) , tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu". Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi ( untuk kembali pulang ) dengan berkata: 'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka ( tidak ada penjaga )'. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari".
Adalah mengutip perkataan orang-orang non-muslim. Oleh karena itu, tidak boleh digunakan sebagai dalil bolehnya menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib. Imam Ahmad rah.a. meriwayatkan hadits Rasulullah saw. dari Bara' r.a., "Barang siapa yang menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib, hendaknya beristighfar. Namanya adalah Thabah, Thabah." Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang Madinah disebut dengan sebutan Yatsrib. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari r.a.. Oleh karena itu, Isa bin Dinar Maliki rah.a. menulis bahwa barang siapa yang menyebut Madinah dengan sebutan Yatsrib dituliskan baginya satu kesalahan.
Dan sebab tidak sukanya Rasulullah saw. menyebut Madinah sebagai Yatsrib adalah karena lafadz itu berasal dari kata Tatsrib, yang artinya menggertak dan mencaci maki. Atau dari tsaraba, yang artinya kerusakan dan fasad, dan keduanya memiliki arti yang buruk. Telah menjadi sunah Rasulullah saw. untuk mengubah nama yang buruk dengan nama yang baik. Sebagian ulama berkata bahwa Yatsrib diambil dari nama Yatsrib bin Qaniyah bin Muhaldil bin Ail bin Aish bin Arm bin Sam bin Nuh a.s., karena ia adalah orang yang pertama kali tinggal di daerah ini. Dan nama Khaibar diambil dari nama saudaranya, Khayur.

4. Madinah menjauhkan orang-orang yang buruk sebagaimana api pandai besi menghilangkan kotoran besi. Ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah hilangnya kemusyrikan dan kekufuran dari Madinah sejak permulaan Islam. ( Kitab Mazahir ). Sebagian ulama mengatakan bahwa hal itu khusus pada zaman Nabi saw.. Sebuah hadits menyebutkan kisah bahwa seorang Badui yang tinggal di Madinah sakit panas. Lalu ia datang kepada Rasulullah saw., dan berkata, "Ya Rasulullah, aku tidak tahan tinggal di sini. Batalkan saja bai'atku, aku ingin pergi dari sini." Rasulullah saw. tidak meluluskan permintaannya. la mengulangi permohonannya dua sampai tiga kali. Rasulullah saw. tetap tidak mengizinkannya. Akhirnya, orang Badui itu tanpa seizin Rasulullah saw. pergi meninggalkan Madinah. Ketika Rasulullah saw. diberitahu mengenai kepergiannya, beliau bersabda, "Madinah adalah pandai besi, yakni mengeluarkan orang-orang yang buruk dari dirinya dan memurnikan ( mencemerlangkan yang baik )."
Sebagian ulama berkata, "Pada akhir zaman nanti juga akan terjadi seperti itu. Yakni, pada zaman Dajjal, orang-orang yang buruk akan keluar dari Madinah. Bahkan disebutkan di dalam sebuah hadits bahwa kiamat tidak akan datang sehingga orang yang buruk keluar dari Madinah. Di dalam Bukhari disebutkan sebuah hadits bahwa Dajjal akan melewati setiap kota kecuali Makkah dan Madinah, karena ia tidak bisa memasukinya. Para malaikat akan menjaganya. Pada waktu itu akan terjadi gempa bumi tiga kali di Madinah sehingga orang-orang munafik dan orang-orang kafir akan terpaksa keluar darinya. Hafizh Ibnu Hajar rah.a. mengatakan bahwa maksudnya adalah setiap orang yang tidak murni imannya.
 
5. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa Madinah lebih utama dibandingkan seluruh kota, sebagaimana telah disebutkan dalam keterangan nomor 2. Adapun selain kota Makkah, semua ulama sepakat bahwa Madinah adalah kota yang paling utama dari seluruh kota. Lalu para ulama berbeda pendapat mengenai apakah Madinah juga lebih utama dari Makkah atau tidak. Kebanyakan ulama mengatakan Makkah Mukarramah adalah kota yang paling utama dan mulia, dan ini merupakan madzhabnya Jumhur Ulama. Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa Madinah lebih utama dari Makkah. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan sebagian ulama lainnya. Masalah ini akan dijelaskan secara rinci, tetapi sebelumnya ada dua perkara yang perlu diingat:
1) Seluruh ulama sepakat bahwa bagian bumi Madinah yang bersentuhan dengan badan Nabi saw. lebih utama dari seluruh bagian bumi. Ibnu Asakir dan Qadhi Iyadh mengatakan bahwa seluruh ulama sepakat mengenai hal ini. Yakni, bagian bumi tersebut juga lebih utama dari Baitullah. Bahkan menurut Qadhi lyadh lebih utama dari Arsy Ilahi. Sebab dituliskan oleh ulama bahwa tempat seseorang dikuburkan dari tanah itulah pertama kali ia diciptakan. Maka, seolah-olah badan Nabi saw. diciptakan dari tanah Madinah Munawwarah. ( Syarah Manasik Nawawi ). Dalam kitab Mawahib Laduniyah disebutkan bahwa seluruh ulama sepakat bahwa bagian bumi yang bersentuhan dengan badan Nabi saw. lebih utama dari bagian bumi lainnya, sehingga akan lebih utama dari tanah Ka'bah itu sendiri. Bahkan dikutip dari Ibnu Aqil Hambali bahwa tanah itu lebih utama dari Arsy Ilahi. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bumi lebih utama dari langit karena badan Nabi saw. ada di bumi. Akan tetapi kebanyakan ulama berpendapat bahwa langit lebih utama dari bumi, dengan alasan karena di langit tidak ada orang yang bermaksiat dan menyekutukan Allah swt.. Adapun bagian bumi yang bersentuhan dengan badan Nabi saw. lebih utama dari langit. ( Syarah Mawahib)  Mengapa lebih utama dari 'Arsy? Karena Allah swt. tidak berhajat kepada tempat, dan di bagian bumi itu ada badan Nabi saw..
2) Perkara kedua yang perlu diingat adalah bahwa Ka'bah itu lebih utama dari seluruh bagian bumi, selain kubur Nabi saw.. Tidak ada perselisihan pendapat mengenai hal ini. Ibnu Hajar rah. a. dalam Syarah Manasik Nawawi menulis bahwa yang diperselisihkan ulama mengenai apakah Makkah itu lebih utama ataukah Madinah, maksudnya adalah bagian bumi selain Ka'bah, karena Ka'bah lebih utama dari seluruh bumi selain kubur Nabi saw.. Karena kubur Nabi saw. lebih utama dari seluruh bagian bumi, bahkan Ka'bah.
Terlepas dari kedua perkara di atas, para ulama memperselisihkan apakah Makkah lebih utama dari Madinah, ataukah Madinah yang lebih utama. Imam Nawawi rah.a. dalam kitabnya Manasik mengatakan, "Menurut kami ( Madzhab Syafi'i ) yang lebih utama adalah Makkah. Dan ini adalah pendapat kebanyakan ulama. Dan pendapat Imam Ahmad yang mashur." Mulla AH Qari' rah.a. mengatakan bahwa ini adalah pendapat Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah rahimahumullah. Ibnu Hajar rah.a. mengatakan bahwa Ibnu Abdil-Barr juga telah menukil pendapat ini dari sahabat Umar, Ali, Abdullah bin Mas'ud, Abu Darda', dan Jabir r.anhum. Dalil mereka adalah riwayat-riwayat yang mengatakan bahwa pahala ibadah di Makkah lebih banyak dibandingkan pahala ibadah di Madinah, yaitu seratus ribu kali, sebagaimana telah disebutkan dalam Hadits ke-1 Bab III, dan Hadits ke-6 Bab VI. Selain itu, dalam Hadits ke-10 dalam Bab VI, Rasulullah saw. telah bersabda tentang Makkah, "Kamu adalah sebaik-baik tempat dan yang paling dicintai oleh Allah swt.."
Pendapat kedua adalah pendapat Imam Malik rah.a. yang mengatakan bahwa Madinah lebih utama dari Makkah. Pendapat Imam Ahmad juga sama dengan pendapat ini. Dikatakan bahwa pendapat Umar r.a. juga seperti itu. Dalam golongan pertama disebutkan nama sahabat Umar r.a.. Dari sini diketahui bahwa mereka mempunyai dua pendapat dalam masalah ini. Dalil golongan kedua adalah hadits yang sedang kita bicarakan ini. Di samping itu ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa seluruh kota ditaklukkan dengan pedang kecuali Madinah. Madinah ditaklukkan dengan Al- Quran. (Zurqani) Di samping itu, Rasulullah saw. tinggal di Madinah dalam waktu yang cukup lama, yaitu sejak beliau berhijrah sampai hari Kiamat. Dengan adanya badan Nabi saw. di Madinah menyebabkan turunnya rahmat, keberkahan, dan anugerah pada setiap saat yang tidak bisa dihitung dan dikira-kira, Di samping itu, syariat dan hukum-hukum agama disempurnakan di sini. Hukum-hukum agama banyak diturunkan di sini dibandingkan di Makkah dan kota-kota lainnya. Mereka juga berdalil dengan Hadits ke-5 mendatang. Menurut pendapat hamba yang lemah ini, hadits ke-9 yang akan datang juga bisa dijadikan dalil. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada tempat yang lebik aku cintai daripada Madinah, karena Madinah adalah tempat kuburku."

Read More or Selengkapnya..

Bab 8 Berkunjung ke Madinah - Hadits ke- 9 dan 10

Hadits ke-9

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku di atas kuburku kecuali Allah swt. akan mengembalikan ruhku kepadaku, lalu aku akan menjawab salamnya." (H.r. Ahmad).

Keterangan
Dalam syarah kitab Manasik, Ibnu Hajar rah.a. menulis bahwa yang dimaksud "Allah swt. mengembalikan ruhku kepadaku," adalah bahwa Allah swt. memberi kekuatan kepada beliau untuk berbicara. Qadhi lyadh rah.a. berkata bahwa ruh Rasulullah saw. selalu tawajuh kepada Allah swt.. Maka ketika beliau di beri ucapan salam, ruh beliau akan tawajuh menjawab salam tersebut. Itulah maksudnya "Allah mengembalikan ruhku ke atasku." (Badzhul- Majhud). 

Kebanyakan ulama, di antaranya Allamah Zarqani menukil dari Hafidz Ibnu Hajar rah.a. bahwa ungkapan di atas bukan bermaksud bahwa ruh Rasulullah saw. kembali, tetapi setelah wafat beliau, ruh itu telah kembali. Maka maksudnya adalah, karena ruh beliau saw. telah kembali, maka beliau menjawab salamnya.

Hadits ke-10

Ibnu Abi Fudhaik berkata, "Aku mendengar sebagian orang yang aku jumpai mengatakan bahwa telah sampai kepada kami bahwa orang yang berdiri di sisi kubur Nabi saw. kemudian ia membaca ayat:

 "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi".

Kemudian ia mengucapkan:

"Semoga Sholawat dan salam atasmu wahai Muhammad"
sebanyak 70 x, maka seorang malaikat akan menyeru, 'Wahai fulan, Allah telah menurunkan rahmat ke atasmu, dan seluruh hajatnya dipenuhi.'" ( H.R. Baihaqi ).

Keterangan
Mulla Ali Qari' rah.a. menulis bahwa sebagai gantinya ............ apabila mengucapkan ............. itu lebih utama. Allamah Qasthalani rah.a. juga meriwayatkan dari Syaikh Zainuddin Murghi rah.a. bahwa yang paling utama adalah mengucapkan..

Dalam Syarah Mawahib, Allamah Zarqani rah.a. menulis bahwa hal itu disebabkan adanya larangan memanggil Nabi saw. hanya dengan menyebut namanya. Akan tetapi apabila lafadz-lafadz itu yang tercantum di dalam riwayat, maka untuk menjaga keaslian lafadz tersebut tidaklah dilarang. langsung menyebut nama Nabi saw. Menurut saya, daripada mengucapkan kata-kata yang tidak diketahui maknanya, lebih baik dengan penuh khusyu' dan merendahkan diri dan dengan penuh ketenangan, dalam setiap kehadiran di kubur Nabi saw. membaca :

Allamah Zarqani dalam Syarah Mawahib menulis bahwa keistimewaan membacanya 70 kali karena bilangan ini mempengaruhi diterimanya suatu doa. Dalam Al-Qur'an mengenai orang-orang munafik, Allah swt.berfirman kepada Rasul-Nya:

"Apabila kamu beristighfar untuk orang munafik sebanyak 70 kali, tetap saja Allah swt. tidak akan mengampuni mereka." ( QS:At  Taubah: 80 )





Read More or Selengkapnya..

Bab 8 Berkunjung ke Madinah - Hadits ke- 7 dan 8

Hadits ke-7

Anas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang menziarahi aku di Madinah Munawwarah dengan niat mencari pahala, maka ia akan menjadi tetanggaku, dan aku akan mensyafaatinya pada hari Kiamat." (H.R. Uqaili, Baihaqi, & Abu Dawud )

Keterangan
Pembahasan ini juga sudah diterangkan dalam keterangan hadits Ke-4. Sebagian ulama meriwayatkan hadits di atas dengan lafadz .... ( dengan jim yang berharakat fathah ). dan maknanya: orang itu akan berada di dalam tanggunganku dan perlindunganku pada hari yang sangat mengerikan seperti itu. Apabila seseorang mendapatkan perlindungan Nabi saw., adakah kekayaan yang lebih berharga baginya?

Hadits ke-8

Dari Ibnu Abbas r.anhuma, "Barang siapa yang berhaji di Makkah, lalu ia datang di masjidku dengan maksud menziarahi aku, maka dituliskan untuknya dua haji yang mabrur." ( H.R. Dailami ).

Keterangan
Maksudnya, pahala hajinya dilipatkan dua kali.


Read More or Selengkapnya..

Bab 8 Berkunjung ke Madinah - Hadits ke-4, 5 dan 6

Hadits ke-4

Diriwayatkan dari seorang sahabat dari keluarga Al-Khaththab, dari Nabi saw., beliau bersabda, "Barang siapa sengaja berziarah kepadaku, ia akan menjadi tetanggaku pada hari Kiamat. Dan barang siapa yang tinggal di Madinah dan bersabar atas bala'nya, maka aku akan menjadi saksi dan pemberi syafaat baginya pada hari Kiamat. Dan barang siapa yang meninggal dunia di salah satu tanah haram, Allah swt. akan membangkitkannya dalam golongan orang-orang yang aman." ( H.R. Baihaqi ).

Keterangan
Dalam beberapa riwayat disebutkan, "Barang siapa yang sengaja menziarahiku, pada hari Kiamat ia akan menjadi tetanggaku." Maksud sengaja menziarahi Nabi saw. adalah melakukan perjalanan semata-mata untuk menziarahi Nabi saw., bukannya melakukan perjalanan untuk maksud keduniaan, lalu di tengah jalan ia juga berniat menziarahi Nabi saw. Mengenai hal ini sudah diperingatkan dalam Hadits ke-2.
Mengenai bertempat tinggal di Madinah Munawwarah akan dijelaskan dalam bab mendatang.

Hadits ke-5

Dari Ibnu Umar nhuma, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang berhaji di Baitullah dan tidak menziarahi aku, berarti ia telah menzhalimi aku." ( H.R. Ibnu 'Adi ).

Keterangan
Betapa berat ancaman itu, dan memang sudah semestinya demikian, karena kebaikan Rasulullah saw. terhadap umat ini sangat besar dan banyak. Dalam keadaan mampu, tetapi seseorang tidak menziarahi beliau, maka hal itu merupakan kezhaliman kepada beliau. Para ulama hadits telah memperselisihkan mengenai keshahihan hadits di atas. Kalau tidak, karena hadits di atas, wajib hukumnya menziarahi kubur Nabi saw. Allamah Qasthalani rah.a. menulis dalam Mawahib Laduniyah bahwa barang siapa yang mampu, tetapi ia tidak menziarahi Nabi saw., maka pasti ia telah berbuat zhalim.


Hadits ke-6

Dari Anas r.a., ia berkata, "Ketika Rasulullah saw. berhijrah keluar dari Makkah, maka segala sesuatu yang ada di sana menjadi gelap, dan ketika beliau masuk Madinah, segala sesuatunya menjadi terang. Kemudian Rasululah saw, bersabda, "Kuburku di Madinah, rumahku di Madinah, tanahku di Madinah. Dan wajib bagi setiap orang muslim untuk menziarahinya." ( H.R. Abu Dawud ).

Keterangan
Menjadi kewajiban bagi setiap orang Islam untuk menziarahi tempat suci itu. Alangkah berbahagianya orang yang bisa bertempat tinggal di sana, karena ia dengan mudah dapat menziarahi Nabi saw. setiap saat, dan ia bisa menunaikan kewajiban itu dengan mudah setiap saat.




Read More or Selengkapnya..

Bab 8 Berkunjung ke Madinah - Hadits ke-3

Hadits ke-3

Dari Abdullah bin Umar r.huma, Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang menziarahi aku setelah wafatku, seakan-akan ia telah menziarahi aku semasa hidupku." (H.r. Thabrani, Daru Quthni, Baihaqi).

Keterangan
Dalam kitab Misykat disebutkan sebuah hadits yang berbunyi, "Barang siapa menunaikan haji kemudian menziarahi kuburku, maka ia seperti orang yang menziarahi aku pada masa hidupku."
Maksud seperti orang yang menziarahi aku pada masa hidupku bukannya ia menjadi sahabat, akan tetapi maksudnya adalah bahwa para nabi itu hidup di dalam kuburnya masing-masing. Maka seakan-akan seseorang telah datang di rumah beliau dan beliau menjumpainya di luar rumah.
Dalam hadits di atas disebutkan, setelah menunaikan haji supaya berziarah ke makam Rasulullah saw. Mengenai hal ini, para ulama berselisih pendapat apakah ke Madinah dulu atau menunaikan haji terlebih dahulu. Ibnu Hajar rah.a. menulis, "Pendapat kebanyakan ulama kami adalah hendaknya menunaikan haji dahulu." Akan tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa apabila waktunya lapang sehingga bisa melakukan ziarah dengan tenang pula, hendaknya berziarah terlebih dahulu karena dikhawatirkan setelah menunaikan haji ada sesuatu yang menghalangi dari berziarah ke makam Rasulullah saw. dan apabila waktunya sempit, hendaknya mendahulukan haji. Mulla Ali Qari' menulis bahwa apabila haji fardhu, maka hajinya yang didahulukan. Tetapi syaratnya, Madinah Munawwarah tidak di jalur yang ia lalui, dan apabila Madinah Munawwarah berada di jalan yang ia lalui, maka melangsungkan perjalanan tanpa berziarah ke kubur Nabi saw. adalah satu kelalaian. Itu pun ,§yaratnya adalah waktu menunaikan haji tidak terlalu dekat dan tidak dikhawatirkan ibadah haji tidak terlepas. Dan apabila haji sunnah, maka terserah yang bersangkutan, mau mendahulukan haji sunnahnya atau ziarah ke kubur Nabi saw. dan yang lebih utama adalah mendahulukan haji supaya dosa-dosanya dibersihkan oleh ibadah haji, baru kemudian berziarah ke kubur Nabi saw.



Read More or Selengkapnya..

Bab 8 Berkunjung ke Madinah - Hadits ke-1 dan 2

Hadits ke-1

Abdullah bin Umar r.anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang menziarahi kuburku, wajib baginya syafaatku." ( H.R. Al- Bazzar, Daru Quthni)

Hadits ke-2

Dari 'Ibnu Umar r.anhuma, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang menziarahi aku dan ia hanya berniat menziarahi aku, maka wajib bagiku untuk mensyafaatinya." ( H.R. Thabrani ).

Keterangan
Siapakah orang yang tidak memerlukan syafaat Rasulullah saw. di Padang Mahsyar yang sangat mengerikan itu? Alangkah beruntungnya orang yang telah dijamin oleh Rasulullah saw. bahwa beliau saw. akan memberikan syafaat kepadanya.

Alla'mah Zarqani rah.a. dalam kitab Mawahib menulis bahwa yang dimaksud adalah syafaat yang khusus, yaitu diangkatnya derajat atau mendapatkan keamanan pada hari yang sangat menakutkan, masuk surga tanpa hisab, atau syafaat khusus lainnya. Pokoknya, selain syafaat umum. Ibnu Hajjar Makki menulis dalam syarah manasiknya Imam Nawawi bahwa hadits yang ke-2 yang berbunyi, "Barangsiapa yang datang menziarahiku dan ia datang semata-mata untuk menziarahiku tidak ada tujuan lain, maka pada hari Kiamat wajib baginya syafaatku." Maksud tidak ada tujuan yang lain kecuali menziarahiku adalah jangan sampai ada tujuan yang tidak ada kaitannya dengan ziarah. Oleh karena itu, niat i'tikaf di Masjid Nabawi dan menziarahi kubur para sahabat yang lain tidak bertentangan dengan hadits di atas. Bahkan ulama kita telah menjelaskan bahwa yang paling baik adalah berniat juga menziarahi Masjid Nabawi.

Di antara ulama madzhab Hanafi, penulis Durrul Mukhtar juga berpendapat sama. la menulis di dalam kitabnya, hendaknya seseorang berniat menziarahi Masjid Nabawi di samping berniat menziarahi kubur Nabi saw. Akan tetapi, Ibnu Hammam rah.a., salah satu ulama fiqih madzhab Hanafi menulis bahwa berdasarkan hadits ini, pertama-tama hendaknya hanya berniat menziarahi kubur Nabi saw., kemudian apabila ia bisa hadir untuk kedua kalinya, maka hendaknya berniat keduanya, yakni menziarahi kubur Nabi saw. dan Masjid Nabawi.
Allamah Syami rah.a. telah menukil dari Mulla Jami' rah.a. bahwa ia telah bersafar sekali dengan niat hanya menziarahi kubur Nabi saw. tidak disertai dengan ibadah haji supaya niatnya semata-mata menziarahi kubur Nabi saw. dan inilah bukti cinta kepada Nabi saw.





Read More or Selengkapnya..

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

Blog ini berusaha menyampaikan kutipan-kutipan ayat-ayat suci Al Qur'an maupun hadits-hadits Nabi SAW, mengenai keutamaan melaksanakan ibadah haji dan umroh. Semoga bermanfaat ya...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP