Bab 5 Adab-adab Haji- Prolog
Banyak sekali kitab yang ditulis oleh para ulama tentang haji, yang membahas adab-adab haji dan rukun-rukunnya. Karena perjalanan haji kebanyakan hanya sekali dalam seumur hidup, maka jika seseorang hendak pergi berhaji, sepatutnya membeli beberapa kitab tentang haji yang ditulis oleh para ulama yang terpercaya, dan membacanya beberapa kali sebelum melaksanakan ibadah tersebut.
Jika kitab-kitab mengenai haji dibaca beberapa kali sebelum memulai perjalanan haji, maka paling tidak ia akan mengetahui judul-judulnya sehingga pada saat menunaikan haji ia akan teringat hal-hal yang harus ia kerjakan. Kemudian, kitab itu hendaknya- dibawa serta dalam perjalanan haji supaya sewaktu-waktu ia bisa membukanya bila diperlukan untuk mengetahui hukum dan adab di setiap tempat ibadah. Para ulama pun jangan merasa cukup dengan apa yang pernah ia pelajari, karena ketika ia membaca bab haji di dalam kelas tidaklah masuk ke otaknya dibanding ketika ia membacanya sambil menunaikan haji. Kebanyakan orang-orang yang telah melakukan haji dua atau tiga kali lebih tahu tentang masalah haji daripada seorang alim yang baru pertama kali menunaikan haji. Di sini kami . tidak bermaksud menerangkan semua adab haji, karena adab di setiap tempat itu berlainan. Di sini hanya akan dituliskan beberapa adab secara ringkas. Allah swt. berfirman:
"Dan (apabila kamu pergi haji) berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (Qs. Al-Baqarah: 197)
Keterangan
Di dalam ayat ini, Allah swt. menunjukkan sesuatu yang paling penting dan utama. Untuk itu, hendaknya seseorang yang melakukan perjalanan haji membawa serta perbekalannya. Tidak setiap orang mampu menunaikan haji dengan bertawakkal semata-mata. Di dalam hadits banyak disebutkan bahwa sebagian orang pergi haji tanpa membawa bekal dan mereka mengatakan bahwa mereka adalah orang yang bertawakkal. Kemudian sesampainya di sana, mereka meminta-minta kepada manusia. Karena perkara inilah ayat suci di atas diturunkan. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa sebagian orang melakukan perjalanan haji tanpa membawa bekal dan mereka mengatakan, "Bila kita bermaksud menunaikan haji, apakah Allah swt. tidak akan memberi kami makan? Karena perkara itulah ayat di atas diturunkan. Yakni, "Bawalah bekal bersamamu. dan sebaik-baik bekal adalah sesuatu yang menghalangi kamu dari meminta-minta kepada orang lain." (Durrul-Mantsur).
Di sini ada satu perkara penting yang patut dipikirkan, yaitu bahwa tawakkal adalah sifat yang tinggi, utama, dan mulia. Tetapi tawakkal bukan merupakan sesuatu yang hanya ada di lidah, tetapi tawakkal adalah sifat hati. Barangsiapa yang hatinya penuh dengan ketenangan sehingga ia lebih percaya dengan apa yang ada di dalam khazanah Allah swt. daripada dengan uang yang ada di kantongnya, maka ia patut untuk bertawakkal. Dan barangsiapa yang belum sampai ke tingkat ini, tidaklah patut baginya untuk melakukan perjalanan haji dengan tawakkal.
Di sini ada dua kisah yang patut direnungkan. Yang pertama adalah kisah Abu Bakar Shiddiq r.a.. Ketika perang Tabuk, Rasulullah saw. menyuruh para sahabat untuk membantu tentara Islam yang hendak berangkat. Abu Bakar r.a. membawa apa saja yang ada di rumahnya, tidak ada sesuatu pun yang ditinggal di rumahnya. Saya telah menulis kisah ini secara terperinci di dalam kitab Hikayatush-Shahabah. Kisah yang kedua menceritakan tentang seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah saw. dengan membawa sepotong emas sebesar telur ayam. Sambil menyerahkannya kepada Rasulullah saw., ia berkata, "Ini, saya sedekahkan dan saya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi." Rasulullah saw. memalingkan wajahnya dari orang itu. dan dia datang di depan Rasulullah saw. lagi dan berkata seperti semula. Demikianlah Rasulullah saw. memalingkan wajahnya dari orang itu, dan orang itu datang berulang kali di depan Rasulullah saw. sambil berkata seperti semula. Pada yang keempat kalinya, Rasulullah saw. mengambil potongan emas tersebut kemudian melemparkannya dengan keras sehingga bila terkena pemiliknya pasti akan melukainya. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Sebagian orang menyedekahkan semua apa yang ia miliki lalu meminta-minta kepada manusia." Dari dua kisah ini bisa diketahui dengan benar kapan tawakkal itu dibenarkan. Barang siapa yang dalam keadaan tangan kosong mampu bersabar, tidak mengadukan keadaannya kepada manusia, dan tidak meminta-minta kepada orang lain, maka ia pasti dibolehkan untuk pergi haji dengan bertawakkal. Dan barang siapa yang tidak seperti itu, tetapi menjadi beban bagi orang lain, tidak mampu bersabar, dan tidak pandai bersyukur, maka tidak patut baginya untuk pergi haji dengan bertawakkal saja tanpa membawa bekal.
Ayat suci ini memuat adab-adab haji yang sangat penting. Dibawah ini akan dikutip beberapa buah hadits untuk lebih memperjelas masalah tersebut.
Bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar