Bab I Anjuran Menunaikan Haji. Ayat ke-4
Ayat ke-4
“Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan juga Aku sempurnakan kenikmatan-Ku kepadamu. Dan Aku pun telah rela bahwa Islam menjadi agama bagimu.” (Q.s. Al-Maidah: 3)
Keterangan
Salah satu keutamaan haji yang terbesar adalah bahwa ayat ini, yang di dalamnya terdapat berita gembira yang menyatakan bahwa agama telah disempurnakan, diturunkan pada musim haji. Imam Ghazali rah.a. di dalam kitabnya, Ihya’ Ulumuddin menuliskan bahwa haji adalah salah satu rukun Islam, yang dengannya rukun-rukun agama diakhiri. Islam telah disempurnakan, dan pada musim hajilah ayat Al-yauma akmaltu lakum diinakum diturunkan. Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa suatu ketika, seorang alim dari kaum Yahudi berkata kepada Umar r.a., “Kalian membaca satu ayat di dalam Al-Qur’an. Seandainya ayat tersebut diturunkan kepada kami, maka kami akan merayakannya setiap tahun.” Umar r.a. bertanya, “Ayat yang mana?” Ia menjawab, “Al-yauma akmaltu lakum diinakum.” Umar r.a. berkata, “Aku tahu di mana dan kapan ayat ini diturunkan. Alhamdulillah, pada hari itu ada dua hari raya berkumpul menjadi satu. Pertama, hari Jumat (karena hari Jumat adalah hari raya bagi umat Islam). Kedua, hari Arafah (ia juga merupakan hari raya, khususnya bagi jamaah haji). Ayat ini diturunkan pada hari Jumat setelah Ashar, ketika Rasulullah saw. sedang duduk di atas unta betinanya di padang Arafah. Dan sesungguhnya, apa yang disampaikan di dalam ayat ini merupakan berita gembira yang sangat besar. Disebutkan di dalam sebuah hadits bahwa setelah turunnya ayat ini tidak turun lagi hukum yang baru mengenai halal dan haram. Jika dalam menunaikan ibadah haji seseorang berpikiran bahwa agamanya akan sempurna, karena haji adalah penyempurna agama, maka ia akan menunaikan haji dengan penuh semangat dan gairah.
Ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah saw. sedang duduk di atas unta betinanya. Karena beban wahyu sangat berat, maka unta yang ditunggangi Rasulullah saw. terduduk, tidak mampu berdiri. Maksudnya, ketika wahyu diturunkan kepada Rasulullah saw., berat beliau akan bertambah secara luar biasa. ‘Aisyah r.ha. berkata, “Bila Rasulullah saw. sedang berada di atas unta pada saat wahyu diturunkan, maka unta tersebut akan menundukkan lehernya, dan selama wahyu belum selesai, unta tersebut tidak bisa bergerak sedikit pun.” Abdullah bin Amr r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ketika wahyu diturunkan, aku berpikir bahwa ruhku akan keluar.” (Durrul Mantsur) Zaid bin Tsabit r.a. berkata ketika ayat:
“Tidak sama orang-orang mukmin yang tidak berperang tanpa halangan dengan mereka yang benar-benar berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah memberikan karunia kepada yang berjihad dengan harta dan jiwa melebihi orang yang tidak ikut berjihad. Masing-masing mendapat pahala yang baik. Allah memberikan kelebihan kepada orang-orang yang berjihad daripada yang tidak ikut berperang dengan pahala yang besar.” ( Q.S. An-Nisaa’: 95 ) diturunkan, aku berada di samping Rasulullah saw. Karena beratnya wahyu, Rasulullah saw. dalam keadaan setengah pingsan, sehingga beliau saw. meletakkan pahanya di atas pahaku, dan karena badan Rasulullah saw. menjadi berat karena wahyu, maka pahaku pun terasa hampir patah.” ( Durrul-Mantsur ). Inilah keagungan dan kehebatan Kalamullah, akan tetapi kita membacanya dengan hati yang lalai, seakan-akan hanya sebagai kalam biasa. Pembicaraan mengenai ayat-ayat suci Al-Qur’an kita cukupkan sampai disini. Selanjutnya akan saya tuliskan beberapa hadits beserta terjemahannya.
0 komentar:
Posting Komentar